Setiap kelompok minimal terdiri dari tiga orang haruslah ada
seorang yang ditunjuk sebagai pemimpin mereka, begitulah aturannya. Terlebih lagi
suatu bangsa besar tempat berpijaknya kaki dari jutaan rakyat, wajiblah
memiliki seorang pemimpin sebagai orang nomor satu. Seseorang pemimpin yang
adil yang memperhatikan nasib kesejahteraan rakyatnya.
Memang sangat sulit memilih pemimpin yang menyandang
kriteria-kriteria sebagai seorang pimpinan sejati pada jaman sekarang. Telah banyak
godaan yang datang silih berganti dari luar maupun dari dalam individu sang
pemimpin. Kursi pemimpin sekarang malah jadi rebutan seperti halnya perlombaan.
Permainan modal juga jadi unsur yang cukup menentukan siapa pemenang yang akan
mengibarkan bendera kebesaran pemimpin.
Kepercayaan rakyat diibaratkan anak kecil yang dibeli hanya
dengan memberikan permen untuk kesenangan sesaat dengan embel-embel
kesejahteraan ke depannya. Politik uang dipercaya sebagai solusi dalam hal
pemilihan seorang pemimpin. Rakyat dapat dikendalikan pergerakannya dengan
materi yang cukup untuk promosi dadakan calon pemimpin. Hal ini mengakibatkan
apabila calon tersebut benar-benar terpilih menduduki kursi kekuasaan maka akan
mencari ganti dari usaha-usaha yang sebelumnya bisa dibilang pelican mencapai
singgasana. Istilahnya ingin balik modal. Sehingga pada saat menjabat pemimpin
tersebut tidak melaksanakan kewajibannya. Bahkan tidak sempat memikirkan
hak-hak rakyatnya. Miris sekali memang, ketika bangsa memiliki pemimpin yang
kontras berubah 180 derajat dari visi misi awal yang bisa dikatakan sangat
mulia menjadi sosok musuh dalam selimut bangsa yang nyata. Karena kursi kepemimpinan
yang diperolehnya dengan cara tidak sehat yang berdampak pada seluruh aspek
pemerintahan.
Tidak semua calon pemimpin melakukan cara-cara seperti
tersebut. Masih ada pastinya pemimpin yang benar-benar jujur dan adil. Amanah pada
visi misi mulia awal. Namun, sangatlah jarang. Mungkin dapat dihitung dengan jari,
satu dibanding seribu.
Seorang pemimpin sebenarnya merupakan seseorang yang dipilih
rakyat karena telah dicalonkan. Bukan seorang yang malah mencalonkan diri
sebagai pemimpin. Jadi tidak ada unsur ego kekuasaan. Itu pun juga ditanya
kesanggupannya dan kesediaannya dicalonkan. Apabila tidak ada pilihan lain,
maka orang tersebut maju sebagai pemimpin dan mendapat amanah yang sebenarnya. Sehingga
jikalau ada masalah menghadang sang pemimpin, akan banyak tangan-tangan terbuka
bersedia membantu di belakangnya.
Kembali lagi pada diri kita masing-masing bagaimana cara
terbaik untuk menyikapi. Kita mempunyai hati yang selaras dengan kebaikan
tentunya. Kita mengetahui bahwa pemimpin bukanlah hasil dari kampanye-kampanye
tertentu yang instan waktunya. Tetapi, pemimpin yang memang memiliki kapasitas
mumpuni di mata rakyat. Sudah terkenal sepak terjangnya terjun di dunia
kalangan bawah. Bukan yang ikut turun di pinggiran hanya kalau pas ada maunya
saja. Pemilu Indonesia RI 1 2014.