Pesta demokrasi. Ya benar, pesta demokrasi. Istilah yang
sering dipakai pada media-media Indonesia yang mengabarkan Pemilihan Umum.
Rakyat Indonesia berhak mengangkat suara untuk memilih wakil rakyat. Merka
berharap untuk kemajuan negeri gemah
ripah loh jinawi ini semakin maju dan menyejahterakan kalangan bawah. Kita
sangat menginginkan wakil rakyat yang berjuang menyejahterakan rakyat. Bukan
malah yang mewakili kesejahteraan rakyat.
Hari Rabu (9/4) kemarin tepatnya, telah dilangsungkan Pileg,
Pilihan Legislatif yang serentak di seluruh wilayah nusantara. Dari Sabang
sampai Merauke. Dari pulau We sampai ke Rote. Semua orang yang telah memenuhi
syarat umur atau sudah menikah, mengeluarkan hak pilihnya. Memilih anggota
dewan. Mulai dari daerah tingkat satu, dua, dan pusat.
Memang banyak sekali fenomena aneh di kalangan calon
legislatif, atau yang sering dikenal dengan istilah caleg itu sendiri. Malai
dari persiapan, proses, maupun setelah terpilih menjabat menjadi wakil rakyat.
Tingkah laku sok kenal, sok merakyat, sok dermawan dan sok-sok yang lain selalu
menghiasi suasana menjelang pemilu. Masa-masa kampanye mencari masa pendunkung.
Money politic adalah
istilah nge-trend untuk uang pelican
supaya banyak masyarakat yang memilih caleg yang bersangkutan. Uang ratusan
juta mungkin banyak beredar di kalangan masyarakat pada masa-masa pesta
demokrasi lima tahunan ini. Tak hayal jika begitu banyak biaya yang dikeluarkan
para caleg untuk memperlancar langkah menuju singgasana kursi pejabat wakil
rakyat. Dikarenakan meraka, para caleg, adalah orang-orang yang belum begitu
familiar sebelumnya. Mereka mulai memperkenalkan diri hanya ketika mempunyai
maksud menjadi anggota dewan ini saja.
Bagi-bagi uang untuk memilih caleg banyak dilakukan. Tim
sukses, utusan caleg menyebarkan misi khusus dalam pemilu. Mengapa demikian
dilakukan? Jawabannya tak lain dan tak bukan karena mereka ingin dicoblos dan
terpilih. Mereka rela demi sebuah jabatan yang belum pasti. Demi materi lebih
yang menjanjikan jika mereka terpilih. Ya. Namanya juga manusia, banyak melihat
hal dengan pandangan materi. Tidak salah memang, tapi juga tidak bisa
dibenarkan.
Saya pribadi menilainya menurut kacamata lain, tak mengapa
para caleg membagi-bagikan uang kepada masyarakat untuk memilihnya. Tak ada
masalah. Yang jadi masalah hanya apabila caleg tersebut gagal, alias tidak
terpilih, terus stress berat. Atau tidak terpilih, kecewa, dan maminta
mngembalikan uangnya kembali yang telah disebar dan diberikan kepada
masyarakat. Itu yang salah besar.
Ada tambahan satu lagi yang lebih dari kesalahan besar.
Caleg terpilih, namun telah mengeluarkan banyak biaya dalam pemilu. Akibatnya
mereka mencari ganti balik modal dari apa yang mereka telah lakukan pada awal
proses pemilu. Ini yang menjadikan banyak pejabat-pejabat negara berinisiatif
korupsi dan tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut negara dan otomatis
agama. Ataupun mereka kurang mempedulikan hak rakyat, karena memang tidak ada
niatan dari awal untuk menyejahterakan rakyat.
Saya kira biarkanlah para caleg meberikan sesuatu apapun
kepada rakyat. Asalkan tidak berakibat sebagaimana hal di atas yang telah
sedikit saya jabarkan. Yaitu uang ataupun barang tersebut dari hartanya
sendiri. Harta yang halal. Juga tidak terlalu tinggi nilainya. Hanya sekedarnya
saja. Logikanya, biarkanlah masyarakat menikmati uang pemberian ini. Toh juga sekali-kali saja. Tidak setiap
hari. Biarkan masyarakat senang. Biar semangat dalam menggunakan hak suaranya.
Ibaratnya, caleg telah membeli waktu yang telah diluangkan oleh masyarakat.
Memang, hari itu adalah libur nasional yang ditetapkan pemerintah. Tetapi,
berlaku hanya pada pegawai-pegawai saja. Bagaimana dengan profesi lainnya
seperti petani, nelayan dan lain-lain? Kita tak boleh menutup mata akan
keberadaan masyarakat nusantara yang tidak bisa libur hanya karena pesta
demokrasi sehari saja. Mereka mau makan apa apabila tidak bekerja sehari?
Jika caleg terpilih, gaji wakil rakyat, masyarakat juga
tidak mungkin ikut menikmatinya. Tidak mungkin dibagi-bagikan seperti awal
pemilu. Tidak akan. Sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Jadi kita ambil
sisi positifnya saja lah. Pikiran negatif kita buang jauh-jauh. Sudah ada yang
mengatur seumpama terpilih dan melakukan masalah penyalahgunaan jabatan. Sudah
ada hokum dan pejabat hokum yang berwenang. Kita serahkan kepada pengemban
amanah tersebut. Bukan ranah kita ikut turun tangan. Hal itu akan menambah
beban negara.
Di lain sisi. Apabila caleg sudah berbagi uang, dan ternyata
gagal. Tidak terpilih. Maka jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
seperti yang telah saya singgung di atas. Mestinya mereka berpikir kembali,
mengikhlaskan apa-apa yang telah diberikan pada masyarakat. Memang dalam aturan
pemilu hal ini semua dilarang. Namun apa salahnya, jika ini dikaitkan dengan
membantu masyarakat. Mumpung ada momen yang tepat. Sedekah kepada khalayak
umum. Janganlah kita diterima, namun kemudian dilaporkan ke petugas. Terimakasih
saja lah. Jikalau tidak mau, ya ditolak saja dengan cara yang halus. J