12 Apr 2014

Uang Publikasi dari Demokrasi

Pesta demokrasi. Ya benar, pesta demokrasi. Istilah yang sering dipakai pada media-media Indonesia yang mengabarkan Pemilihan Umum. Rakyat Indonesia berhak mengangkat suara untuk memilih wakil rakyat. Merka berharap untuk kemajuan negeri gemah ripah loh jinawi ini semakin maju dan menyejahterakan kalangan bawah. Kita sangat menginginkan wakil rakyat yang berjuang menyejahterakan rakyat. Bukan malah yang mewakili kesejahteraan rakyat.



Hari Rabu (9/4) kemarin tepatnya, telah dilangsungkan Pileg, Pilihan Legislatif yang serentak di seluruh wilayah nusantara. Dari Sabang sampai Merauke. Dari pulau We sampai ke Rote. Semua orang yang telah memenuhi syarat umur atau sudah menikah, mengeluarkan hak pilihnya. Memilih anggota dewan. Mulai dari daerah tingkat satu, dua, dan pusat.

Memang banyak sekali fenomena aneh di kalangan calon legislatif, atau yang sering dikenal dengan istilah caleg itu sendiri. Malai dari persiapan, proses, maupun setelah terpilih menjabat menjadi wakil rakyat. Tingkah laku sok kenal, sok merakyat, sok dermawan dan sok-sok yang lain selalu menghiasi suasana menjelang pemilu. Masa-masa kampanye mencari masa pendunkung.

Money politic adalah istilah nge-trend untuk uang pelican supaya banyak masyarakat yang memilih caleg yang bersangkutan. Uang ratusan juta mungkin banyak beredar di kalangan masyarakat pada masa-masa pesta demokrasi lima tahunan ini. Tak hayal jika begitu banyak biaya yang dikeluarkan para caleg untuk memperlancar langkah menuju singgasana kursi pejabat wakil rakyat. Dikarenakan meraka, para caleg, adalah orang-orang yang belum begitu familiar sebelumnya. Mereka mulai memperkenalkan diri hanya ketika mempunyai maksud menjadi anggota dewan ini saja.

Bagi-bagi uang untuk memilih caleg banyak dilakukan. Tim sukses, utusan caleg menyebarkan misi khusus dalam pemilu. Mengapa demikian dilakukan? Jawabannya tak lain dan tak bukan karena mereka ingin dicoblos dan terpilih. Mereka rela demi sebuah jabatan yang belum pasti. Demi materi lebih yang menjanjikan jika mereka terpilih. Ya. Namanya juga manusia, banyak melihat hal dengan pandangan materi. Tidak salah memang, tapi juga tidak bisa dibenarkan.

Saya pribadi menilainya menurut kacamata lain, tak mengapa para caleg membagi-bagikan uang kepada masyarakat untuk memilihnya. Tak ada masalah. Yang jadi masalah hanya apabila caleg tersebut gagal, alias tidak terpilih, terus stress berat. Atau tidak terpilih, kecewa, dan maminta mngembalikan uangnya kembali yang telah disebar dan diberikan kepada masyarakat. Itu yang salah besar.


Ada tambahan satu lagi yang lebih dari kesalahan besar. Caleg terpilih, namun telah mengeluarkan banyak biaya dalam pemilu. Akibatnya mereka mencari ganti balik modal dari apa yang mereka telah lakukan pada awal proses pemilu. Ini yang menjadikan banyak pejabat-pejabat negara berinisiatif korupsi dan tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut negara dan otomatis agama. Ataupun mereka kurang mempedulikan hak rakyat, karena memang tidak ada niatan dari awal untuk menyejahterakan rakyat.

Saya kira biarkanlah para caleg meberikan sesuatu apapun kepada rakyat. Asalkan tidak berakibat sebagaimana hal di atas yang telah sedikit saya jabarkan. Yaitu uang ataupun barang tersebut dari hartanya sendiri. Harta yang halal. Juga tidak terlalu tinggi nilainya. Hanya sekedarnya saja. Logikanya, biarkanlah masyarakat menikmati uang pemberian ini. Toh juga sekali-kali saja. Tidak setiap hari. Biarkan masyarakat senang. Biar semangat dalam menggunakan hak suaranya. Ibaratnya, caleg telah membeli waktu yang telah diluangkan oleh masyarakat. Memang, hari itu adalah libur nasional yang ditetapkan pemerintah. Tetapi, berlaku hanya pada pegawai-pegawai saja. Bagaimana dengan profesi lainnya seperti petani, nelayan dan lain-lain? Kita tak boleh menutup mata akan keberadaan masyarakat nusantara yang tidak bisa libur hanya karena pesta demokrasi sehari saja. Mereka mau makan apa apabila tidak bekerja sehari?

Jika caleg terpilih, gaji wakil rakyat, masyarakat juga tidak mungkin ikut menikmatinya. Tidak mungkin dibagi-bagikan seperti awal pemilu. Tidak akan. Sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Jadi kita ambil sisi positifnya saja lah. Pikiran negatif kita buang jauh-jauh. Sudah ada yang mengatur seumpama terpilih dan melakukan masalah penyalahgunaan jabatan. Sudah ada hokum dan pejabat hokum yang berwenang. Kita serahkan kepada pengemban amanah tersebut. Bukan ranah kita ikut turun tangan. Hal itu akan menambah beban negara.


Di lain sisi. Apabila caleg sudah berbagi uang, dan ternyata gagal. Tidak terpilih. Maka jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang telah saya singgung di atas. Mestinya mereka berpikir kembali, mengikhlaskan apa-apa yang telah diberikan pada masyarakat. Memang dalam aturan pemilu hal ini semua dilarang. Namun apa salahnya, jika ini dikaitkan dengan membantu masyarakat. Mumpung ada momen yang tepat. Sedekah kepada khalayak umum. Janganlah kita diterima, namun kemudian dilaporkan ke petugas. Terimakasih saja lah. Jikalau tidak mau, ya ditolak saja dengan cara yang halus. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar