28 Mei 2014

Pencitraan (Masa Lalu)... Hukum (Saja)



Pemilihan Presiden atau yang lebih dikenal dengan istilah Pilpres akan segera dihelakkan pada tahun ini. Pemilihan presiden RI ke-7 dan wakilnya ini akan belangsung pada tanggal 9 Juli 2014. tiga bulan setelah jadwal Pemilu Legislatif yang telah berlangsung.

Pilpres kali ini telah memunculkan dua kubu. Lebih tepatnya ada dua Bacapres (Bakal Calon Presiden) yang sudah jelas akan mencalonkan dirinya pada pemilu kali ini. Mereka merupakan koalisi dari beberapa partai dalam Pileg 2014 lalu. Dikarenakan suara tertinggi pemenang pileg tidak lebih dari 50%, maka partai yang akan mengajukan calon presiden harus berkoalisi dengan partai lain. Itu aturan mainnya.


# # # # #

Saya pribadi disini ingin menyampaikan opini saja. Ketika bakal calon presiden RI sudah saling melebarkan sayapnya. Berkampanye ke berbagai penjuru tanah air untuk mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat yang dirasa memiliki tangan-tangan persuasif yang berpengaruh.

Mengapa? Mengapa? Mengapa hanya kalau ada maunya orang-orang petinggi pemerintah ini turun pada orang pinggiran? Perlu jawaban pasti dari para peminpin bangsa ini. Banyak bertebar janji di rakyat 'melata'. Ya. Rakyat 'melata', rakyat pinggiran yang nasibnya dalam mencari sesuap nasi harus bersusah payah. Ibarat ayam yang harus mengais di tanah.

Apa dulu janji penguasa apabila terpilih menjadi wakil rakyat? Rakyat Indonesia sejahtera, kan? Makmur dan sejahtera. Tetapi bukan meWAKILI SEJAHTERA. Semestinya harus ada hitam di atas putih untuk hukum mengikat akan janji-janji yang dulu dicanangkan oleh wakil rakyat. Lebih ditekankan lagi pada indikasi tindak penyelewengan atau korupsi yang telah menggerogoti setiap elemen tubuh pejabat tinggi negara ini.

Namun, saya kurang setuju dengan masalah memojokkan salah satu pihak dengan membuka kartu jaman lampau. Masa kelam ataupun kejelekan darinya. Biarkanlah itu ditebus dengan tinta emas. Biarkan orang lain yang menilai pantas tidaknya memimpin bangsa ini. Tak perlu diumbar pada publik. Jikalau masalah terulang kembali atau terjadi penyalahgunaan jabatan, serahkan pada hukum. Itu pentingnya ada hitam di atas putih yang mungkin dapat dipublikasikan pada rakyat.

*Pejabat Hukum Jangan Malah Memainkan Hukum Seenaknya. Bermain Hukum Samapi-Sampai Dihukum. Hukum Dibuatnya Sendiri Menurut Kesepakatan Bersama. Tetapi, Pilih-Pilih Juga dalam Menghukum. Oh...Hukum. Kau Begitu Nurut Apa Kata Penguasa.